Asosiasi operator seluler global, GSMA, menilai Indonesia sebagai pemilik ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Dengan populasi sekitar 280 juta jiwa dan adopsi teknologi yang tinggi, Indonesia berpeluang besar menjadi kekuatan ekonomi digital global hingga 2045. Namun, target ini hanya tercapai jika transformasi digital dipercepat, terutama lewat pembenahan kebijakan spektrum 5G.
Penilaian ini disampaikan Head of Asia Pacific GSMA, Julian Gorman, dalam Digital Nation Summit Jakarta 2025. Menurutnya, meski Indonesia sudah berada di jalur yang tepat, konsistensi kebijakan tetap menjadi faktor penentu agar transformasi digital berjalan optimal dan berkelanjutan.
Spektrum 5G Masih Jadi Tantangan Utama
Salah satu perhatian utama GSMA adalah lambatnya penyediaan spektrum 5G. Hingga kini, roadmap spektrum dinilai belum jelas, sehingga menciptakan ketidakpastian bagi operator seluler. Akibatnya, investasi infrastruktur belum berjalan agresif, padahal kebutuhan jaringan berkecepatan tinggi terus meningkat.
Oleh karena itu, Gorman menekankan bahwa kepastian spektrum bukan sekadar isu teknis, melainkan strategi nasional. Tanpa spektrum memadai, pengembangan layanan berbasis AI, IoT, dan aplikasi real-time akan sulit berkembang secara optimal.
Pengguna dan Ekosistem Sudah Siap
Di sisi lain, GSMA melihat kesiapan masyarakat Indonesia sebagai kekuatan besar. Selama dua dekade terakhir, adopsi teknologi berlangsung cepat, mulai dari era BBM hingga chatbot AI seperti ChatGPT. Selain itu, pertumbuhan e-commerce dan kemunculan solusi AI lokal menunjukkan ekosistem digital yang semakin matang.
Dengan kata lain, tantangan utama bukan terletak pada pengguna, melainkan pada infrastruktur dan kebijakan pendukung. Ketersediaan spektrum 5G yang memadai membuka peluang Indonesia melaju lebih jauh dalam pemanfaatan teknologi digital.
Perusahaan Lokal Makin Agresif Bertransformasi
GSMA Intelligence mencatat bahwa perusahaan Indonesia tergolong agresif dalam transformasi digital. Sepanjang 2025–2030, perusahaan menyiapkan 10 persen pendapatan untuk digitalisasi, lebih tinggi dari rata-rata global. Selain itu, dua pertiga perusahaan menempatkan AI sebagai prioritas utama, sementara IoT berbasis 5G dipandang krusial bagi pertumbuhan jangka panjang.
Digitalisasi Penentu Target Ekonomi
Menutup pernyataannya, Julian Gorman menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen sulit tercapai tanpa akselerasi digital. Ekonomi digital di negara tetangga tumbuh pesat, melampaui sektor tradisional. Indonesia pun perlu segera mempercepat kebijakan spektrum 5G. Baca berita lain disini.


